Jumat, 03 Juni 2011

Menjadi Surat Terbuka

 
2 Korintus 3:3 "Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis  oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari  Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh  daging, yaitu di dalam hati manusia." 
 Menulis sudah menjadi makanan sehari-hari buat saya. Bukan saja menulis  artikel musik tetapi juga renungan yang hadir ke ruang baca anda setiap  hari. Latar belakang saya bukanlah sebagai penulis, karena sebelumnya  saya tidak pernah menulis apapun selain tugas-tugas di sekolah maupun  kuliah. Tetapi kemudian ternyata saya menemukan panggilan untuk menjadi  penulis termasuk pula dalam pelayanan di dunia maya ini.
Bagi sebagian  orang menulis itu tidaklah mudah, dan pada kenyataannya tidak semua  orang terpanggil untuk menjadi penulis. Bagi saya sendiri pada mulanya  pun sama. Awalnya saya seringkali sempat berpikir begitu lama bahkan  untuk menulis sebuah kalimat saja. satu tulisan bisa membutuhkan waktu  5-6 jam. Saya malah sempat ragu apakah benar panggilan ini yang harus  saya jalani atau tidak. Tetapi lama kelamaan saya terbiasa dengan itu,  dan hingga hari ini sudah hampir 4 tahun saya menulis setiap hari tanpa  libur. 
Bakat menulis memang hanya menjadi talenta sebagian orang. Tetapi  sadarkah anda bahwa meski anda tidak bisa menulis sekalipun, anda  sesungguhnya sama seperti saya dan orang-orang percaya lainnya yang  sesungguhnya merupakan tulisan atau surat tersendiri akan Kristus? Saya  tidak mengacu kepada tulisan kita di atas kertas, melainkan kehidupan  kita, diri kita, itulah yang menjadi surat Kristus bagi dunia. Seperti  itulah kehendak Tuhan bagi kita semua orang-orang percaya. Kita  diinginkan untuk menjadi sebuah surat, bukan hanya surat biasa tetapi  sebuah surat terbuka, an open letter, or an open book, yang bisa  dibaca semua orang. Kita seharusnya sadar bahwa kita merupakan surat  yang bukan sembarang surat tetapi menjadi surat Kristus yang bisa dibaca  orang lain. Dengan kata lain, kita seharusnya bisa menjadi sebuah  kesaksian tersendiri mencerminkan figur Kristus yang bisa dilihat oleh  orang lain dengan jelas dimanapun kita berada. Paulus menuliskan hal ini dalam suratnya kepada jemaat Korintus. Dia  mengatakan: "Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat  Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta,  tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu,  melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." (2  Korintus 3:3). Kita ditulis bukan dengan tinta, melainkan langsung  dengan Roh Allah, bukan pada loh batu atau kertas sebagai wadah tulisan  hari ini, tetapi langsung ke dalam hati kita.  Jika kita jelek, maka  jeleklah yang dibaca orang. Sebaliknya jika yang tertulis adalah  gambaran Kristus yang benar, maka orang pun akan mampu melihat atau  membaca siapa sebenarnya Kristus lewat diri kita. Jika demikian, penting bagi kita untuk bertanya, apa yang tertulis dalam  hati kita hari ini, dan apa yang dibaca orang lewat diri kita hari ini?  Dan dengan sendirinya kita harus menjaga hati kita agar yang tertulis  tidaklah bertentangan dengan pribadi Kristus yang telah ditulis oleh Roh  Kudus secara langsung. 
Dalam Amsal dikatakan: "Jagalah hatimu dengan  segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Ayat ini dengan tegas dan nyata menggambarkan bahwa apapun  kehidupan yang terpancar dari diri kita hari ini, semua itu berasal  dari hati. Dan apa yang tertulis dalam hati kita akan sangat menentukan  apa yang dibaca orang lewat diri kita setiap waktu. Sebagai anak Tuhan  kita telah dianugerahkan Roh Kudus, dan dalam hati kitalah Dia berdiam. "Dan  karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke  dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (Galatia 4:6).  Sebagai surat Kristus, apa yang kita tunjukkan lewat kehidupan kita hari  per hari? Apakah kita sudah mencerminkan pengenalan yang benar akan  Kristus, atau kita bersikap munafik, mengaku sebagai pengikut Kristus  tetapi terus menerus menunjukkan perilaku yang jelek? Apakah kita sudah  memperkenalkan bagaimana Yesus yang sebenarnya atau malah kita membuat  Yesus menjadi bahan tertawaan orang? Ini adalah hal yang sangat penting  untuk kita renungkan, karena orang akan terus mengamati siapa diri kita,  dan Pribadi seperti apa yang tertulis lewat kita. 
Sebagai surat Kristus kita seharusnya mampu membawa terang, sama seperti  Yesus yang merupakan Terang Dunia. Yesus berkata "Demikianlah  hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat  perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius  5:16) Karena itulah kita harus menjaga hati kita dengan segala  kewaspadaan, hingga kita bisa mencapai tingkatan yang diinginkan Tuhan  bagi kita. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu  yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Hanya dengan  demikianlah kita bisa menjadi surat Kristus yang benar untuk dibaca  banyak orang. Segala kehidupan kita seharusnya mampu bercerita tentang  Yesus. Hidup kita seharusnya mampu menjadi surat cinta Yesus kepada semua orang di dunia tanpa terkecuali. Seperti halnya Yesus  mencintai anda, setiap sendi kehidupan kita juga sudah selayaknya  menjadi kertas yang dipakai oleh guratan pena Tuhan untuk menyatakan  kasihNya yang begitu besar kepada dunia ini. 
Roh Allah bukan  meninggalkan coretan-coretan kasar tanpa makna, tetapi sebaliknya  memberikan gambaran akan kasih yang begitu indah kepada dunia. Apakah  itu yang dibaca orang lewat diri kita hari ini atau malah kita  meninggalkan goresan-goresan kasar yang justru mencabik-cabik orang  lain? Siapa Yesus yang tergambar dari diri kita? Tidak semua orang  percaya menjadi penulis, tetapi setiap orang percaya merupakan surat  atau buku tersendiri akan Kristus. Suka atau tidak, sadar atau tidak,  kita merupakan sebuah surat terbuka, an open letter or an open book yang  bisa dibaca banyak orang. 
Bayangkanlah jika diri anda merupakan  sebuah buku, apakah pembaca akan menemukan Yesus di dalam setiap  lembarnya? We are an open letter of Jesus for all to read 

Kamis, 02 Juni 2011

Hati Lapang

Kolose 3:23

"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."


Ada sebuah petuah penting yang selalu diajarkan oleh ayah saya berulang-ulang sejak saya kecil bahkan sampai saat ini. Dia selalu berkata, apa pun keadaannya, jalani dan lakukan semua dengan hati lapang. Waktu kecil saya tidak begitu memahami apa yang ia katakan. Namun seiring berjalannya waktu, saya mulai menemukan bahwa yang ia katakan ternyata begitu tinggi nilainya. Ada kalanya dalam bekerja kita tidak selalu memperoleh hasil sesuai dengan yang kita inginkan. Rasanya tidak sebanding dengan usaha, tenaga, pikiran yang kita keluarkan. Disaat demikian kita bisa cepat menjadi lelah, putus asa, kehilangan semangat dan itu akan berakibat pada hasil pekerjaan atau performa kita yang menurun. Semua orang ingin sukses, semua orang ingin berhasil. Apa yang anda anggap penting untuk mencapai sukses? Kenyataannya ada banyak orang mengantungkan dirinya pada hal-hal material untuk mencapai sebuah kesuksesan. Mereka akan langsung menyerah karena merasa bahwa apa yang mereka miliki belumlah cukup untuk bisa menghasilkan sesuatu. Mau buka usaha butuh modal, mau melamar butuh uang dan butuh "backing" dari orang dalam dan sebagainya. Saya tahu bahwa fakta nyata di dunia memang seperti itu, dan ada kalanya kita tidak bisa menghindarinya. Namun jangan lupa bahwa di atas segalanya ada Tuhan yang bisa memakai hal yang paling kecil sekalipun untuk menjadikan sesuatu yang luar biasa. Kita tidak akan pernah bisa mengukur kemampuan Tuhan yang sanggup mengatasi segalanya. Dan sayangnya, jarang sekali hati kita di set untuk menyadari hal itu. Kita terus bergantung pada keadaan dan keterbatasan kita, segala yang kita miliki di dunia ini, dan menganggap hal itu sebagai satu-satunya yang bisa membuat kita sukses.

Alkitab tidaklah menyatakan demikian. Alkitab jelas berkata bahwa hati merupakan sumber kehidupan. Suasana hati dan apa yang dipercaya oleh hati kita merupakan hal yang sangat menentukan sukses tidaknya kita dalam pekerjaan maupun kehidupan. Lewat Salomo kita bisa memperoleh sebuah hikmat yang penting: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kehidupan dikatakan terpancar dari hati. The springs of life flow from the heart. Artinya, hati kita akan sangat menentukan perjalanan hidup kita. Hati adalah kunci dan rahasia utama yang bisa memampukan orang untuk bangkit dari kegagalan, dan bertahan dalam kesesakan. Bukan dunia atau keadaan yang menentukan bagaimana kita hari ini, tetapi bagaimana hati kita dalam menyikapinya lah yang sangat menentukan. Maka petuah dari ayah saya pun menjadi sangat signifikan untuk diingat. Tetaplah lakukan dengan hati lapang. Itu membuat saya bisa legawa, bisa terus bersukacita meski apa yang saya peroleh mungkin belum sebanding dengan usaha dan kerja keras yang saya keluarkan,

Perhatikanlah bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang lapang, atau dengan sepenuh hati, keikhlasan dan kerelaan akan sangat berbeda hasilnya dengan pekerjaan yang dilakukan asal-asalan, seadanya tanpa melibatkan hati sama sekali. Adalah penting utnuk melibatkan hati kita dalam bekerja sehingga hasil terbaik akan bisa kita berikan. Tetapi tentu saja hati harus terlebih dahulu dijaga dengan segala kewaspadaan, diarahkan sepenuhnya kepada Tuhan bukan kepada hal-hal duniawi. Hati harus dijaga agar tetap dalam keadaan sejuk, damai, tenang dan penuh pengharapan kepada Tuhan bukan diisi dengan keinginan-keinginan untuk mengejar popularitas, harta dan sebagainya.

Bekerja dengan hati lapang akan membuat kita bisa tetap memiliki antusiasme dan gairah dalam bekerja. Hasil dari pekerjaan akan sangat berbeda ketika kita melakukannya dengan semangat dan antusias dibanding dengan berat hati. Dengan hati lapang juga akan membuat kita tidak gampang bosan dan bisa melakukan tugas-tugas kita tanpa pamrih. Minimnya apresiasi atau penghargaan dari orang lain seringkali mampu membuat kita patah semangat dan berhenti. Apalagi jika lini pekerjaan kita bukan merupakan sesuatu yang dianggap penting oleh manusia. Dalam bekerja bisa demikian, dalam pelayanan apalagi. Ada banyak orang yang pada mulanya bersemangat melayani Tuhan tetapi pada akhirnya mereka kehilangan gairah dan semangat karena merasa tidak menerima apresiasi yang seimbang dengan usaha yang sudah dilakukannya. Alkitab mengajarkan kita untuk tidak mendasarkan usaha kita kepada apresiasi manusia tetapi justru seharusnya kepada Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Bukan mengarahkan kepada manusia, tetapi arahkanlah kepada Tuhan. Meski sedikit sekali atau tidak ada manusia yang menghargai jerih payah anda, itu tidak akan menjadi masalah karena upah yang sejati sesungguhnya bukan berasal dari manusia tetapi dari Tuhan sendiri. Ayat berikutnya dalam Kolose berkata: "Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya." (ay 24).

Apapun yang anda lakukan hari ini, lakukanlah dengan hati lapang. Segala sesuatu yang dilakukan dengan sikap hati seperti itu akan memberikan dampak yang berbeda terhadap hasil dari pekerjaan kita. Anda tidak perlu kecewa, kehilangan suka cita apalagi harapan meski sedikit sekali orang yang menghargai usaha anda. Segala yang terbaik yang anda lakukan seperti untuk Tuhan, dengan hati lapang tidak akan pernah luput dari pandangan mataNya. Yakinlah bahwa semua telah Dia sediakan dan kita tidak akan kehilangan upah sedikitpun selama kita melakukannya dengan sebaik-baiknya seperti untuk Dia. Karenanya, tetaplah bersukacita dan lakukan semuanya dengan hati lapang.

Dengan atau tanpa hati akan memberi hasil akhir yang berbeda terhadap pekerjaan kita